samudra baru

Minggu, 12 Desember 2010

Samudera Baru akan Lahir di Afrika
Penyebabnya adalah muncul retakan di kawasan Ethiopia yang memanjang hingga 60 kilometer.
Senin, 13 Desember 2010, 00:03 WIB
Muhammad Firman
Kawasan munculnya retakan sepanjang 60 kilometer, lebar 8 meter (bbc.co.uk)
 
VIVAnews - Benua Afrika akan menjadi saksi lahirnya sebuah laut yang nantinya diperkirakan akan menjadi samudera baru. Kesimpulan ini diungkapkan oleh sejumlah peneliti dari Royal Society, kelompok ilmiah asal London, Inggris.

Semua diawali dari munculnya keretakan tanah di kawasan Ethiopia tahun 2005. Retakan yang mencapai panjang 60 kilometer itu semakin melebar, mencapai 8 meter dalam 10 hari. Padahal, dalam kondisi normal, dibutuhkan waktu sekitar 230 tahun agar keretakan mencapai lebar 8 meter.

Para geolog, yang melakukan penelitian di Afar, sebuah kawasan terpencil di Ethiopia menyebutkan, retakan ini nantinya akan memecah benua Afrika menjadi dua bagian. Meski begitu, peneliti memperkirakan, terbelahnya benua Afrika ini akan terjadi dalam waktu 10 juta tahun ke depan.
“Ini merupakan hal yang luar biasa,” kata Dr Tim Wright, ketua tim peneliti, yang telah mengamati retakan di Afar selama 5 tahun terakhir, seperti dikutip dari TG Daily, 12 Desember 2010. “Benua ini kini terbelah tepat di bawah kaki kita,” ucapnya.
Retakan yang muncul di kawasan Ethiopia dan terus melebar
Retakan di kawasan tersebut disebabkan oleh dorongan bebatuan lunak yang panas, yang berasal jauh dari perut bumi. Besarnya daya dorongan tersebut membuat permukaan tanah di atasnya menjadi merekah.

Yang jadi masalah, sampai saat ini, letusan bawah tanah masih terus terjadi di kawasan itu dan pada akhirnya sepotong kawasan Afrika yakni sebagian Ethopia dan Somalia akan terlepas dari benua tersebut.
Kawasan yang diperkirakan akan menjadi samudera baru
Potongan benua ini nantinya akan menjauh dan menyebabkan munculnya selat, laut, dan kemudian akan menjadi samudera.
http://teknologi.vivanews.com/news/read/193344-samudera-baru-akan-lahir-di-afrika

tahun terpanas

2010, Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah
Faktor pemicunya adalah hilangnya es di kawasan perairan Kutub Utara.
Minggu, 12 Desember 2010, 17:51 WIB
Muhammad Firman
Hilangnya bongkahan es menyebabkan naiknya suhu rata-rata global (arcticfocus.com)

VIVAnews - Tahun meteorologi 2010, yang berakhir pada 30 November merupakan tahun terpanas sepanjang 130 tahun catatan NASA. Di tahun ini, NASA mencatat, rata-rata temperatur global baik darat ataupun laut selama 12 bulan terakhir yang dimulai pada Desember 2009 mencapai 14,64 derajat Celcius.

Angka itu 0,65 derajat Celcius lebih panas dibanding rata-rata temperatur global antara tahun 1951 dan 1980, periode yang umum digunakan oleh ilmuwan sebagai basis perbandingan.

Tahun meteorologi 2010 juga sedikit lebih panas dibanding tahun terpanas sebelumnya yakni tahun 2005 di mana temperatur dunia secara rata-rata mencapai 14,53 derajat Celcius.

Pada tahun 2010, temperatur di seluruh kawasan tanah juga merupakan yang terpanas. Sepanjang Desember 2009 sampai November 2010, peralatan pengukur mencatat suhu rata-rata mencapai 14,85 derajat Celcius. Jika dikombinasikan dengan temperatur samudera yang juga di atas rata-rata, suhu global mencapai 14,65 derajat Celcius.

Bulan November umumnya merupakan periode dingin ke sejumlah kawasan di Eropa. Akan tetapi, menurut data Goddard Institute for Space Studies NASA di New York, November lalu merupakan November terpanas dibanding periode 1951 sampai 1980. Kenaikan suhu mencapai 0,96 derajat Celcius.

“Faktor pemicu utama peningkatan suhu adalah Arktika, pada November, temperatur di kawasan kutub utara itu 10 derajat Celcius di atas normal,” kata James Hansen, klimatolog NASA dan Director Goddard Institute, seperti dikutip dari keterangannya, 12 Desember 2010.

Di bulan itu, kata Hansen, es di lautan kutub utara tidak ada. Padahal umumnya, perairan tersebut dipenuhi oleh bongkahan es.

“Perairan yang tidak dipenuhi es menyerap lebih banyak radiasi matahari dibanding perairan yang diliputi oleh es yang mampu memantulkan kembali sebagian radiasi ke ruang angkasa,” ucapnya.

Kenaikan suhu rata-rata global itu juga terjadi meski ada pemunculan La Nina, sebuah fenomena alam di kawasan samudera Pasifik yang memicu penurunan temperatur di permukaan samudera itu dan mempengaruhi rata-rata suhu global. (adi)
• VIVAnews 
http://teknologi.vivanews.com/news/read/193341-2010--tahun-terpanas-sepanjang-sejarah

fosil dinosaurus

KOMPAS.com — Dinosaurus yang diduga punya hubungan dengan triceratops memiliki kepala tertutup dan struktur ekor kipas pernah hidup di daerah yang kini dikenal sebagai Korea Selatan, sekitar 103 juta tahun lalu. Ini adalah penemuan pertama dinosaurus bertanduk di semenanjung Korea.

Penemuan yang terbit dalam jurnal Naturwissenschaften: The Science of Nature pada 18 November ini meliputi tulang punggung, tulang pinggul, sebagian lengan belakang, dan ekor yang hampir utuh. Dinosaurus ini diberi nama Koreaceratops hwaseongensis dan diduga hidup pada periode awal Cretaceous.

Penemuan ini, menurut Michael J Ryan, mengisi kekosongan 20 juta tahun antara temuan fosil di Asia dan kemunculan pertama di Amerika Utara. Ryan adalah seorang kurator dan kepala Clevelend Museum of Natural History bagian paleontologi vertebrata yang terlibat dalam penulisan jurnal.

"Ini penemuan langka," kata Ryan. Fosil dinosaurus tidak biasanya ditemukan di kawasan ini, kecuali bukti adanya telur dinosaurus dan jejak kaki.

Dinosaurus Korea ini diperkirakan memiliki panjang 150 hingga 180 sentimeter dengan bobot 30 hingga 50 kilogram. Dengan ukuran tersebut, dinosaurus ini terbilang kecil dibandingkan dengan kerabat triceratops yang ditemukan di Amerika Utara. Bentuk seperti paruh burung beo di depan rahangnya membuat peneliti menduga bahwa hewan ini herbivora.

Ryan dan koleganya menduga, dinosaurus ini bipedal dan dapat bergerak dengan cepat. "Ekornya unik," ujar Ryan. Untuk seekor dinosaurus, ekornya pendek. Beberapa duri panjang yang disebut neural arches (lengkungan saraf) menyembul dari ekor dengan embel-embel.

Ada beberapa kemungkinan alasan mengapa dinosaurus memiliki ekor seperti ini. "Salah satunya murni untuk pamer. Jadi, kipas di ujung ekor bisa saja berwarna dan jika dibalikkan dapat menjadi alat memberi sinyal. Bagian itu bisa dikembangkan seperti bendera sehingga bisa memberi sinyal kepada hewan lain atau untuk menarik lawan jenis," papar Ryan.

Bentuk bagian tubuh ini juga membantu pertukaran hawa panas atau juga membantunya berenang. Para peneliti menduga, dinosaurus ini menghabiskan sebagian waktunya untuk berburu makanan di air. (National Geographic Indonesia/Raras Cahyafitri)


National Geographic Indonesia
Sumber : http://sains.kompas.com/read/2010/12/09/13222953/Fosil.Dinosaurus.Bertanduk.dari.Korea

Warteg Berpajak

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan pemungutan pajak atas warteg hanya akan melahirkan Gayus-gayus kecil. Demikian kekhawatiran Tulus Abadi, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

"Saya khawatir akan menimbulkan Gayus-Gayus kecil dalam transaksi pemungutan pajak antara yang dipungut dengan oknum-oknum pemungut pajak," ungkapnya kepada wartawan, di Jakarta, Sabtu (11/12/2010).

Menurutnya, warteg adalah usaha mikro yang seharusnya diberikan insentif-insentif oleh pemerintah, bukan dikenaikan pajak.

Lebih lanjut dipertanyakannya, apa karena di dalam manajemen warteg itu cashflow antara uang masuk dan uang keluar tidak terbukukan dan tidak terakunting. "Bagaimana bisa mendeteksi pendapatan warteg dalam satu hari. Kalo pemerintah mengatakan omsetnya Rp 160 ribu per hari parameternya apa?" ujarnya.

Pemungutan pajak warteg menjadi sangat berisiko kalau diterapkan secara prosedural pajak. Bukan itu saja, aturan ini akan memberatkan konsumen, karena 10 persen itu nilainya sangat tinggi.

"Itu tentu pengusaha warteg tidak akan menanggungnya sendiri pasti akan disharing kepada konsumen dengan menaikkan harga sehingga kalau kita ntar makan di warteg itu misalnya, Rp 10.000, akan dinaikkan menjadi Rp 11.000, karena yang seribu untuk bayar pajak," paparnya.

Dilanjutkannya, alasan mengapa warteg kecil tidak layak dikenai pajak, karena orang yang makan di warteg itu, orang yang sedang memenuhi rasa lapar dan memenuhi survival, dan agar tidak mati kelaparan.

"Itu tidak layak diberikan pajak kecuali kita makan di restoran. Ketika makan di restoran bergengsi makan untuk mencari gengsi mencari trademark di situ. Sehingga layak untuk diberi pajak. Tapi di warteg itu tidak etis diberikan pajak," tegasnya. (Andri Malau/Kontan)

Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/12/12/22045474/Pajak.Warteg.Bisa.Lahirkan.Gayus.Kecil-14